Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia
lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga
berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri.
Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber
pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar
berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa
terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan
nilai
sebesar US $ 701 juta (Goenadi dkk, 2005).
Besarnya minat masyarakat untuk mengembangkan
tanaman kakao terlihat nyata dengan banyaknya permintaan benih serta pelatihan
budidaya kakao. Kakao atau Theobroma
cacao L., merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cocok dengan
kultur tanah dan iklim di Indonesia. Tanaman ini termasuk golongan tumbuhan
tropis.
Di Indonesia, kakao banyak tumbuh di daerah
Sulawesi, Lampung, dan Flores, Nusa Tenggara Timur. Maklum, di daerah tersebut
banyak terdapat lahan tidur yang cocok ditanami kakao. Apalagi, hasil komoditasnya
yang bernilai ekonomi tinggi mendorong minat para petani di sana untuk
membudidayakannya. Namun, tidaklah mudah membudidayakan tanaman ini. Persiapan
naungan dan lahan merupakan dua hal yang penting, selain itu juga serangan OPT
yang seringkali mengganggu hasil panen juga perlu mendapat perhatian khusus.
Salah satu hama utama tanaman kakao adalah hama
bajing, serangan hama bajing dapat menurunkan hasil produksi sampai 30%. Hama
ini menyerang pertanaman mulai dari buah yang masih muda sampai buah yang
matang, sehingga sangat merugikan petani (Sitanggang, 2011).
Mengenal
Hama Bajing
Bajing
dan Tupai adalah hewan yang berbeda, meskipun
banyak orang yang menganggapnya sebagai binatang yang sama. Bajing dan Tupai
memiliki perbedaan, Tupai sepintas mirip dengan bajing, tetapi berbeda anatomi
dan perilakunya. Tupai mempunyai moncong sangat panjang (bagian muka, mulut dan
hidung) sedangkan bajing relatif agak rata pada bagian mulut dan hidungnya.
Bajing merupakan mamalia pengerat (ordo Rodentia)
dari suku (famili) Sciuridae yang dalam bahasa Inggris disebut squirrel.
Sedangkan Tupai berasal dari famili Tupaiidae dan Ptilocercidae yang dalam
bahasa Inggris disebut treeshrew.
Secara ilmiah (ilmu biologi), Bajing berbeda dengan Tupai, bahkan sangat jauh
kekerabatannya. Dalam hal makanannya pun berbeda. Bajing merupakan binatang
pengerat yang memakan buah-buahan sedangkan Tupai merupakan binatang pemakan
serangga.
Bajing ada yang hidup di tanah juga ada yang hidup
di pohon. Bahkan Bajing dari subspesies Pteromyini mampu terbang (melayang dari atas ke
bawah), karena jenis ini mempunyai membran (selaput tipis) diantara kaki depan
dan belakang yang memungkinkan melayang jauh diantara pepohonan. Sering kali
binatang ini dianggap sebagai hama terutama pada tanaman kelapa dan perkebunan
buah. Bajing terdiri atas 51 genus dan 278 spesies (jenis). Bajing terdiri atas
51 genus dan 278 spesies (jenis).
Klasifikasi
ilmiah hama Bajing :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Sciuridae (Alamendah, 2010).
Kerusakan
Akibat Hama Bajing
Hama Bajing menyerang pertanaman kakao mulai dari
buah yang masih muda maupun buah kakao masak yang hampir dipanen. Akibat
serangan hama Bajing, petani menderita kerugian hingga jutaan rupiah, pasalnya
ratusan batang tanaman kakao yang menghasilkan buah siap petik di rusak oleh
hama bajing. Penurunan panen kakao membuat pendapatan petani mengalami
penurunan hingga 50% lebih. Bahkan biaya perawatan tidak mampu didapatkan dari
panen kakao tersebut. Hama Bajing menjadi musuh utama petani kakao, sebab
akibat dari hama tersebut, ratusan buah kakao rusak, sehingga petani terancam
gagal panen. Serangan hama Bajing ini juga dapat menurunkan produkstivitas
tanaman kakao cukup banyak dari produktivitas 900 Kg per hektar hanya mampu
menghasilkan sekitar 500 Kg saja per hektar dalam sekali musim panen
(Sitanggang, 2011).
Di sisi lain, serangan hama Bajing yang sering
menyerang tanaman kakao masyarakat, belakangan ikut berdampak terhadap tingkat
perawatan tanaman kakao di tingkat masyarakat. Pasalnya, motivasi masyarakat
untuk merawat tanaman kakao justru semakin berkurang. Para petani merasa putus
asa dan tidak mau merawat tanaman kakaonya karena hasilnya justru diserang hama
Bajing (Malalak, 2011).
Buah kakao yang terserang akan berlubang dan akan
rusak atau busuk karena kemasukan air hujan dan serangan bakteri atau jamur.
Serangan tikus dapat dibedakan dengan serangan Bajing. Tikus menyerang buah
kakao yang masih muda dan memakan biji beserta dagingnya. Tikus menyerang
terutama pada malam hari. Gejala serangan bajing umumnya dijumpai pada buah
yang sudah masak karena hama Bajing hanya memakan daging buah, sedangkan
bijinya tidak dimakan. Biasanya, di bawah pohon yang terserang Bajing selalu
berceceran biji-biji kakao (Anonim*, 2011).
Usaha
Pengendalian Hama Bajing
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengendalikan
hama Bajing ini, di beberapa daerah seperti Pesisir Selatan, Sumatera Barat dan
Lampung mengadakan gerakan perburuan massal terhadap hama Bajing ini. Setiap
ekor Bajing yang ditangkap dihargai Rp 500,- sampai dengan Rp. 1000,-, selain
itu disediakan hadiah utama untuk menarik masyarakat untuk ikut serta dalam
perburuan (Painan, 2011).
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan hama Bajing, antara lain :
Mengadakan perawatan kebun dengan sanitasi
Membersihkan tempat-tempat yang menjadi sarang Bajing
Pengendalian yang banyak dilakukan adalah dengan perburuan
atau gropyokan yang dilakukan secara massal.
Membuka kawasan kebun yang jauh dari hutan, karena
pembukaan hutan untuk perkebunan maka kawanan Bajing banyak yang mencari makan
di perkebunan masyarakat (Anonim**, 1996).
http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpsurabaya/berita-241-produksi-kakao-terancam-akibat-serangan-hama-bajing-.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar