Rabu, 22 Juli 2015

Hama Mendong

Mendong yang nama latinya Fimbristylis globulosa adalah salah satu tumbuhan yang hidup dirawa tanaman ini tumbuh di daerah yang berlumpur dan memiliki air yang cukup. Mendong merupakan salah satu jenis rumput dan biasanya tumbuh dengan panjang lebih kurang 100 cm. Mendong dijadikan bahan dasar untuk pembuatan tikar dan Tambang. dan sebelum di pergunakan, tanaman ini dijemur terlebih dahulu hingga kering. Pemanenan bisa dilakukan kira kira setelah 5 bulan dari awal penanamannya disamping itu tanaman ini bisa dipanen sampai 7 kali dari awal penanamannya.
Tanaman Mendong

Cara pemanenan tanaman ini adalah  setelah dipotong diikat  dengan cara ditegakkan posisinya untuk mengurangi kadar air didalamnya. Kemudian dikeringkan langsung dibawah sinar matahari agar bisa didapat warna yang seragam. Untuk bahan metrial yang akan digunakan sebagai bahan handicraft  yang berupa tenunan proses pengeringannya tidak terlalu kering karena material yang terlalu kering sangat mudah rusak apa bila ditenun.
Proses pengeringan ini disebut oksidasi dimana Oxygen mengoksidasi Chlorophyll dan Air (H2O) akan berubah menjadi Oxygen(O2) dan Hydrogen(H) dan menjadikan materialnya berwarna kuning atau coklat. Material yang bagus adalah yang berwarna hijau cerah dan bercahaya, kuat dan elastis serta secara fisik tidak ditemukan hama.
Kemudian diberi pewarna  setelah kering bisa dianyam untuk dijadikan tikar yang proses penganyamannya dengan mesin atau secara manual.biasanya apabila dianyam secara manual tanpa diberi pewarna dan membutuhkan mendong pilihan sehingga hasil anyam secara manual akan lebih bagus kwalitasnya.biasanya juga ditenun dengan benang dan dikombinasikan dengan material yang lain seperti Akar wangi, eceng gondok dan yang lainnya
Beberapa hama penyakit yang dijumpai di areal tanaman mendong adalah sebagai berikut :
1.    Belalang ( jawa walang ) jenis Locusta migratoria manilenses yang termasuk keluarga Acrididae dan bangsa Orthoptera.
Belalang yang masih berupa nympha ataupun belalang yang sudah dewasa memakan batang mendong yang masih muda sehingga mengakibatkan batang mendong berlubang-lubang atau bahkan patah, dengan demikian serangan hama ini akan mengakibatkan kerusakan pada tanaman mendong. Masa dewasa dari belalang dari jenis Locusta migratoria manilenses berlangsung selama 25 – 35 hari.
Belalang betina yang sudah dewasa dan sudah saatnya untuk bertelur akan meletakkan telur-telurnya dalam tanah. Satu kelompokan telur berisi 5 – 7 butir telur. Selama hidupnya, belalang jenis ini dapat bertelur hingga 500 butir telur. Selama masa dewasa belalang ini mengalami fase-fase menggerombol, transisi dan menyendiri.
Cara pengendalian hama Locusta migratoria manilensis adalah sebagai berikut :
1.      Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan cara ditangkap kemudian dimusnahkan.
2.      Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan insektisida misalnya Basudin 60 EC, Basudin 60 SCO, Demicron 50 SCW, Agrolena 26 WP dan Sevidol 20 / 20 WP. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dalam keadaan yang terpaksa karena pengendalian cara lain sudah tidak dapat dilakukan lagi. Dan untuk mencegah dampak negatif pada lingkungan yang lebih luas.
3.      Pengendalian secara biologis dengan menyebarkan musuh alami belalang tersebut.

2.    Penggerek batang Kuning ( Scirpophoga incertulas ) yang biasa dijumpai di lahan pertanaman mendong dengan intensitas serangan ringan.
Kondisi ini dikarenakan kecenderungan petani untuk menanam mendong secara monokultur dan terus menerus sepanjang tahun. Daun mendong yang terserang penggerek batang kuning mudah dicabut, kerusakan akibat gerekan dan kadang-kadang kotoran larva ( ulat ) dapat terlihat pada pangkal batang yang dicabut.
Pengendalian hama penggerek batang kuning ini adalah sebagai berikut :
1.      Perbaikan pola tanam mendong – mendong – palawija / sayur-sayuran.
2.      Penaburan pestisida berbahan aktif karbofuran yaitu Furadan 3 G / Ha atau Regent 0,3 dosis 1 Kg / Ha diberikan secara hati-hati apabila tanaman mendong mulai tampak terserang hama.

3.    Gejala hawar oleh Jamur Rhizoctonia sp.
Pada awalnya terlihat gejala bercak berwarna abu-abu kehijauan yang dapat berkembang pada pangkal batang atau pelepah dekat permukaan air. Bercak berbentuk elip atau oval,  berukuran panjang 1 cm memanjang 2,3 cm, kemudian menyatu. Batas tepi bercak dan variasi warna memberikan suatu tanda yang jelas pada tanaman yang terinfeksi dalam kondisi kelembaban optimal, batang tanaman lain yang bersinggungan dengan bagian yang terinfeksi dapat terinfeksi juga. Faktor yang berpengaruh antara lain iklim di sekitar tanaman terlalu lembab sehingga sinar matahari tidak mampu menembus bagian bawah tanaman, akibatnya memacu perkembangan penyakit.
Cara pengendalian sebagai berikut :
1.        Menghilangkan sumber inokulum ( tanaman sakit ).
2.        Penaburan kapur ke lahan dengan dosis 30 Kg / 1000 M²
3.        Penggunaan pupuk N diupayakan tidak melebihi dosis anjuran

Sumber http://wajak.malangkab.go.id/?page_id=409


Biofungisida Trichoderma sp

Ketergantungan  terhadap bahan-bahan kimia (pupuk kimia) apalagi bahan yang bersifat racun (insektisida, fungisida, bakterisida) harus segera kita tinggalkan. Kita harus menggali bahan-bahan disekitar bisa kita manfaatkan untuk mengganti bahan kimia tersebut. Sudah saatnya kita kembali ke alam, banyak mikroorganisme yang dapat kita manfaatkan untuk proses kelestarian lingkungan kita.



Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah dan biofungisida adalah jamur Trichoderma sp, mikroorganisme ini adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan. Trichoderma sp disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Trichoderma sp dapat menghambat pertumbuhan serta penyebaran racun jamur penyebab penyakit bagi tanaman seperti cendawan Rigdiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Fusarium monilifome, Sclerotium rolfsii dan cendawan Sclerotium rilfisil.

Penggunaan pupuk biologis dan agen hayati Trichoderma sp sangat efektif mencegah penyakit busuk pangkal batang, busuk akar yang menyebabkan tanaman layu, dan penyakit jamur akar putih. Penggunaan pupuk biologis dan biofungisida Trichoderma sp memang tidak memperlihatkan dampak manfaatnya secara langsung seperti pupuk ataupun fungisida kimia. Dengan penggunaan rutin secara berkala pupuk biologis dan biofungisida Trichoderma sp akan memberikan mafaat yang lebih baik daripada pupuk dan fungisida kimia. 

Kondisi Optimum Trichoderma sp

Trichoderma sp merupakan cendawan (fungi) yang termasuk dalam kelas ascomycetes, dimana Trichoderma sp banyak ditemukan di dalam tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada tunggul kayu. Trichoderma sp akan tumbuh dengan baik pada suhu 6 °C sampai dengan 41°C dengan pH optimum 3 sampai dengan 7 dan Sukrosa dan glukosa merupakan karbon utama. Untuk berkembangbiak cendawan ini menggunakan konidia (spora). simpan pada ruangan bersih dan terhindar dari sinar matahari. Trichoderma sp akan terlihat tumbuh setelah satu sampai dua minggu. Trichoderma sp yang telah tumbuh pada media beras dan sekam disebut dengan starter beras yang selanjutnya dapat dibiakkan pada media tanah.

Bahan :

1.Jamur induk Trichoderma (F0)
2.Beras
3.Air murni
4.Alkohol

Peralatan :

1.Plastik bening
2.Kompor
3.Panci
4.Sendok
5.Wadah / nampan
6.Lilin

Cara membuat Trichoderma

1.Beras dimasak menjadi 1/3 masak (selama 10 menit).
2.Setelah beras menjadi 1/3 masak dinginkan pada wadah nampan yang telah disediakan.
3.Setelah itu masukkan  beras yang telah didinginkan tersebut kedalam plastik bening. Setiap plastik diisi dengan beras 3 sendok makan.
4.Kemudian beras yang telah selesai dimasukkan kedalam plastik kemudian disterilkan dengan cara dikukus selama 10 menit.
5.Selanjutnya dinginkan lagi pada nampan hingga benar-benar dingin.
6.Sterilkan sendok yang akan digunakan dengan menggunakan alcohol, begitu juga dengan tangan kita.
7.Sendok tersebut dekatkan dengan api lilin secara sekilas saja, hal ini untuk bertujuan mensterilkan sendok dari bakteri-bakteri di udara.
8.Gunakan sendok yang telah disterilkan tersebut untuk mengambil bahan induk jamur Trichoderma yang telah disediakan.
9.Setiap 1 kantong plastik yang berisi beras yang telah dikukuskan tadi akan kita isi dengan bahan induk jamur trichoderma sebanyak 1/3 sendok.
10.Kocokkan agar jamur Trichoderma merata tercampur dengan media beras yang telah kita kukuskan tadi.
11.Kemudian setelah itu streples ujung plastik yang terbuka agar tidak ada celah binatang kecil seperti semut masuk kedalam plastik tersebut.
12.Setelah semua proses diatas selesai, diamkan pada wadah nampan selama 14 hari.
13.Jika proses yang kita lakukan baik dan benar maka setelah 14 hari media beras diatas akan berubah warna menjadi warna hijau yang merata.
14.Trikhoderma (F1) ini sudah siap untuk digunakan, dan masih bisa diturunkan menjadi F2 dan berakhir pada F3.


Sumber

http://www.bbpp-lembang.info/index.php/arsip/artikel/artikel-pertanian/759-manfaat-dan-cara-pembuatan-biofungisida-trikoderma

Hama Lada


Lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman rempah yang menjadi komoditas ekspor penting di Indonesia. Propinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi salah satu sentra produksi utama lada di Indonesia dan dikenal di pasar internasional melalui produk lada putih dengan sebutan “Muntok White Pepper”. Masalahnya, produksi lada putih terus menurun dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Tahun 2002 produksi lada putih Bangka mencapai angka 32.611,94 ton sedangkan pada tahun 2011 hanya mencapai 28 241,51 ton (BPS Babel, 2012).
Serangan hama dan penyakit menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya penurunan produksi lada. Hama utama yang menyerang tanaman lada adalah penggerek batang, pengisap bunga, dan pengisap buah. Sedangkan penyakit utama lada adalah penyakit kuning, busuk pangkal batang (BPB), dan penyakit keriting/kerdil. Strategi pengendalian hama dan penyakit utama lada dapat dilakukan dengan menerapkan teknik budidaya sesuai anjuran, menanam Arachis pintoi sebagai tanaman penutup tanah, dan pengendalian secara hayati yang dipadu dengan kimiawi.
Gejala Serangan dan Kerusakan yang Ditimbulkan
Penggerek Batang Lada (Lophobaris piperis)
Penggerek batang lada (Lophobaris piperis) merupakan hama yang paling merugikan. Larvanya menggerek batang dan cabang. Gejala awal berupa layu dan daun menguning kemudian bagian yang digerek mengering dan mudah patah. Serangan berat dapat menyebabkan tanaman mati. Stadia dewasa menyerang pucuk, bunga, dan buah sehingga produksi dan kualitas buah menurun.
Hama pengisap bunga (Diconocoris hewetti)
Hama pengisap bunga (Diconocoris hewetti) merusak bunga dan tandan bunga baik pada stadia nimfa maupun dewasanya. Gejala serangan ringan berupa kerusakan tandan, salah bentuk, dan buah menjadi sedikit. Bila serangan berat menyebabkan bunga rusak, tangkai hitam, dan bunga gugur. 
Hama pengisap buah (Dasynus piperis)
Hama pengisap buah (Dasynus piperis) aktif pada waktu pagi dan sore hari, sedangkan siang bersembunyi pada bagian dalam tajuk tanaman. D. piperis menyerang hamper di seluruh sentra lada di Indonesia dan menyebabkan kerusakan buah 14,72-36%. Hama ini merusak pada semua stadia pertumbuhan dengan cara mengisap cairan dari bunga, buah, pucuk muda, dan tangkai daun. Gejala kerusakan berupa bercak kehitaman pada buah, buah menjadi hampa. Dan buah muda berguguran sehingga tandan buah menjadi kosong.
Penyakit Kuning
Penyakit kuning disebabkan oleh keadaan yang kompleks berupa serangan nematoda (Radopholus similis dan Meloidogyne incognita), jamur parasit (Fusarium oxysporum), tingkat kesuburan tanah yang rendah, serta kelembaban atau kadar air tanah rendah. Penyakit ini banyak dijumpai di wilayah Bangka dan Kalimantan dan menyebabkan kehilangan hasil sebesar 80%. Penyakit kuning diawali serangan nematoda R.similis dan M.incognita, luka akibat serangan nematoda memudahkan F.oxysporummenginfeksi tanaman. Adanya serangan nematoda dan jamur juga menyebabkan tanaman peka terhadap kekeringan dan kekurangan unsur hara.
Gejala penyakit kuning terlihat di bagian tajuk dan akar permukaan tanah. Pertumbuhan tanaman yang terserang akan terhambat, daun kuning kaku, dan akar rusak. Pada stadium penyakit semakin tinggi daun akan mengarah ke batang, rapuh sehingga mudah gugur dan akhirnya tanaman gundul. Gejala serangan berupa kerusakan akar akibat serangan R.similis dan terdapat bintil-bintil akar (puru) akibat serangan M.incognita.
Penyakit Busuk Pangkal Batang

Penyakit busuk pangkal batang disebabkan oleh patogen Phytophthora capsici, penyakit ini dapat menyebabkan kematian tanaman dalam waktu singkat. Gejala khas dari penyakit ini berupa warna biru-kehitaman pada pangkal batang yang kadang disertai dengan terbentuknya lendir. Gejala pada daun berupa bercak hitam bergerigi seperti renda pada bagian tengah atau tepi daun. Gejala ini tampak jelas pada daun segar dan sulit diamati pada daun yang telah mongering atau pada gejala lanjut. Patogen ini juga menyerang buah-buah yang berada dekat dengan permukaan tanah sehingga buah menjadi berwarna hitam dan busuk.
Penyakit Keriting/Kerdil

Penyakit keriting/kerdil disebabkan oleh virus seperti pepper yellow mottle virus (PYMV) dan cucumber mosaic virus (CMV). Penyakit ini tidak bersifat mematikan namun dapat menghambat pertumbuhan dan menyebabkan penurunan produksi. Penyakit kerdil ditandai dengan gejala daun muda berukuran kecil sampai keriting berwarna kuning pucat dan belang-belang. Ukuran buah lebih kecil dari buah normal dan serangan berat menyebabkan tanaman tidak berproduksi. Penyebaran penyakit dibantu oleh serangga vektor (Aphis sp., Planococcus sp., dan Ferissia virgata), alat-alat pertanian yang dipakai pada tanaman sakit, serta bibit dari tanaman induk yang terserang.
Strategi Pengendalian
Mengingat lada merupakan komoditas ekspor yang penting serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi, pengendalian hama dan penyakitnya harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya kehilangan hasil sehingga merugikan petani.  Namun demikian, pengendalian yang diterapkan harus tetap bersifat ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pengendalian kimiawi hanya dilakukan jika populasi hama tinggi atau intensitas serangan tinggi melebihi ambang ekonomi.
Teknik budidaya Sesuai Anjuran
Pertanaman lada yang sehat diawali dengan penggunaan bahan tanaman yang sehat. Bibit lada yang sakit akan menjadi sumber inokulum di daerah yang baru. Sampai saat ini, belum ditemukan varietas lada yang tahan dengan semua jenis hama dan penyakit. Penggunaan varietas yang toleran hama dan penyakit diharapkan mampu menekan kerugian akibat serangan hama dan penyakit. Bibit yang ditemui gejala kerdil tidak boleh ditanam dan harus dimusnahkan.
Tanaman lada tidak membutuhkan pencahayaan matahari penuh dan hanya membutuhkan 50-75% pencahayaan, sehingga tajar yang digunakan sebaiknya adalah tajar hidup. Kelebihan tajar hidup antara lain mudah didapat, mudah dipelihara, dan harga yang tidak terlalu tinggi. Beberapa tanaman yang dapat dijadikan tajar hidup lada antara lain dadap, kapok, glirisida, kalum-pang, angsana, dan kedondong pagar.
Pemangkasan sulur cacing dan sulur gantung dapat menekan infeksi P.capsici dan penggunaan A.pintoi sebagai tanaman penutup tanah yang disiang terbatas (bebokor) diketahui dapat meningkatkan populasi musuh alami penggerek batang lada. Pembuatan parit dan saluran drainase di sekeliling kebun dapat mencegah penyebaran patogen dari lahan terinfeksi dan mencegah air yang menggenang di dalam kebun. Tanaman yang terserang virus kerdil harus dimusnahkan dengan cara dibakar sedangkan tanaman yang terserang BPB selain dimusnahkan dengan cara dibakar, dan lubang bekas tanam yang terserang juga dibakar dan disiram dengan bubur bordo.
Pengendian Hayati dan Kimiawi
Beberapa agens hayati diketahui dapat mengendalikan penyakit BPB dan penyakit kuning. Trichoderma harzianum dapat mengendalikan serangan BPB, sebaiknya diberikan pada awal tanam yang ditambahkan bahan organik atau potongan alang-alang secara berkala. Di sekitar tanaman yang menunjukkan gejala BPB diberi fungsida sistemik atau disiram bubur bordo, selanjutnya dilakukan aplikasi T.harzianum 2-4 minggu kemudian.
Pengendalian hama penggerek batang dan penyakit kuning dapat dilakukan dengan memberikan pestisida berbahan aktif karbofuran 30-50 g/tanaman yang dikombinasikan dengan bahan organik. Pengendalian penyakit kuning juga dapat dilakukan dengan aplikasi kombinasi bahan organik dengan bakteri Pasteria penetrans.  Menurut Wiratno et al (2011) minyak serai dapat menyebabkan mortalitas D.hewetti sebesar 47% pada konsentrasi 2,5% dan gabungan minyak serai wangi dan lengkuas (1:1) konsentrasi 2,5% menyebabkan mortalitas sampai 82%.


Sumber
http://babel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=204:hama-dan-penyakit-tanaman-lada-beserta-strategi-pengendaliannya&catid=15:info-teknologi


Myzus persice

MENGENDALIKAN SERANGAN HAMA Myzus persice PADA TEMBAKAU DENGAN PESTISIDA NABATI Jeringau (Acorus calamus L)

Kutu Daun (Myzus persicae) tergolong dalam family Aphididae, hama ini merupakan serangga kecil (ukurannya 1/32 sampai 1/8 inci) Walaupun kecil, tapi masih bisa dilihat dengan mata telanjang kutu daun ini berwarna hijau tua sampai hitam atau kuning kecoklatan. Hama ini termasuk polifag. Kutu daun betina mampu menghasilkan keturunan tanpa kehadiran pejantan.

Gejala Serangan 

Kutu Daun Hama ini menyerang di semua umur tanaman, Jika tanaman masih muda terserang hebat, pertumbuhannya menjadi kerdil dan memutar (berpilin) dan daun keriting kedalam, akibat dari cairan daun yang dihisapnya, Hama ini juga merupakan vektor/perantara dari penyebaran penyakit virus pada tembakau, dampak yang ditimbulkan oleh virus pada tanaman tembakau yaitu menunjukkan tanda-tanda pada daun tampak keriting ada tanda mosaik (belang-belang) pada tulang-tulang daun atau keriting menyerupai kerupuk (Pracaya 2007)


Hama Myzus parcicae (aphid) pada daun, hidup bergerombol di bagian bawah daun, pada pucuk dan tangkai bunga. bagian mulutnya memiliki tindik penghisap. Mereka menyerang daun tembakau (dan banyak tanaman budidaya lainnya) dengan cara menghisap cairan dalam daun, terutama pada daun muda dan pucuk.

Mereka juga menyerang jaringan batang tanaman yang lunak, dan menghisap nutrisi di dalamnya. Kutu daun ini mengeluarkan zat sekresi lengket, berbau manis, yang mengundang ketertarikan semut-semut. Oleh karena itu jika tanaman tembakau Anda dikerubungi semut (terutama di bagian pucuknya), itu bisa jadi pertanda kalau tanaman Anda teserang hama kutu daun (Syukur, M.2012).
Adanya cairan manis hasil sekresi kutu daun akan ditumbuhi jamur jelaga berwarna hitam yang mengakibatkan terhalangnya fotosintesis pada daun, pada akhirnya menurunkan kualitas daun tembakau rajangan karena kotor.

Pengendalian hama Myzus persicae

Pengendalian hama Myzus persicae dengan memanfaatan tanaman yang mengandung zat pestisidik sebagai insektisida nabati, diperkirakan mempunyai prospek dimasa yang akan datang (Kardinan, 2004). Secara umum, insektisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Insektisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami, maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia serta ternak peliharaan karena residunya mudah hilang.

Insektisida nabati bersifat “pukul dan lari” (hit and run), yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh serangga pada waktu itu dan setelah serangga terbunuh, maka residunya akan cepat terurai di alam (Kardinan, 2004). Salah satu contoh insektisida nabati adalah tanaman jeringau (Acorus calamus L). Rimpang jeringau mengandung minyak atsiri yang digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan beberapa serangga pengganggu. Jeringau (Acorus calamus L) adalah tanaman yang mengandung bahan kimia aktif pada bagian rimpang baik dalam bentuk tepung ataupun minyak yang dikenal sebagai minyak atsiri.

Formula rimpang Jeringau sebagai insektisida dapat dibuat secara sederhana maupun secara laboratorium. Hama Yang Dikendalikan Rimpang yang ditumbuk halus (bentuk tepung) dapat digunakan untuk mengendalikan Myzus persicae,

Jeringau (Acorus calamus L) sebagai racun kontak, dan racun pernafasan. Sebagai racun kontak, apabila minyak jeringau yang disemprotkan dapat langsung mengenai bagian tubuh serangga sasaran yang menyebabkan serangga tersebut jatuh dan akhirnya mati ditandai dengan tubuh serangga mengering karena dehidrasi. Dinyatakan sebagai racun kontak apabila insektisida dapat masuk kedalam tubuh serangga sasaran lewat kulit/bersinggungan langsung (Djojosumarto, 2000).

Sebagai racun pernafasan, apabila serangga menghirup minyak rimpang jeringau yang menyebabkan serangga tersebut tergelepar hingga akhirnya mengalami kematian. Racun pernafasan bekerja lewat saluran pernafasan. rimpang jeringau dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Dua cara mudah untuk membuat pestisida nabati:

1. Perendaman untuk menghasilkan produk ekstrak
2. Penumbukan, pembakaran, pengerusan, dan pengepresan untuk menghasilkan produk berupa pasta atau tepung

Beberapa contoh pembuatan pestisida :

CARA MEMBUAT: 1. Jeringau, dan bawang putih di haluskan 2. Seluruh bahan dicampur dan direndam dengan air selama 2 hari 3. Larutan disaring 4. Untuk aplikasi 1 liter larutan dicampur dengan 10 – 15 liter air 5. Tambahkan 1 senduk teh sabun deterjen berfungsi sebagai perekat, dan soda dari sabun dapat memecah lapisan lilin yang menutupi tubuh serangga sehingga pestina dapat menembus badan serangga. 6. Larutan siap diaplikasikan, Aplikasi sebaiknya dilakukan sore hari Pukul > 15.00 agar pestisidanya tidak banyak yang terurai oleh panas matahari.

Dengan mengetahui informasi diatas, diharapkan dapat menambah wawasan kita mengenai berbagai manfaat dari tanaman jeringau. Karena budidayanya yang mudah, tanaman jeringau ini dapat dikembangkan, mengingat manfaat dari tanaman ini yang begitu besar, baik sebagai tanaman herba untuk pengobatan manusia, maupun sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.


Sumber http://disbunhut.probolinggokab.go.id/control/uploads/PESTINA%20PD%20TEMBAKAU.pdf

Rhynchophorus spp

Tanaman kelapa (Cocos nucifera) merupakan tanaman yang memiliki banyak kegunaan, mulai dari akar sampai daun, dari produk non-kuliner maupun kuliner/makanan, dan juga produk industri sampai produk obat-obatan. Sebagai bahan komoditi yang bernilai ekonomi tinggi, berbagai strategi telah diupayakan untuk meningkatkan produksi kelapa nasional. Namun fakta di lapang sering menghadapi hambatan, terutama adanya kecenderungan terjadinya perubahan siklus serangga hama kelapa.

Rhynchophorus spp merupakan salah satu hama kumbang kelapa yang berbahaya karena serangan awal kumbang ini sulit dideteksi dan hanya diketahui jika tanaman kelapa telah terinfeksi dan rusak berat.


Ciri: imago, berbentuk kumbang dengan masa perkembangan 11-18 hari. Ciri khas nya adalah tinggal di kokon sampai keras. Gejala: merusak akar tanaman muda, batang dan tajuk, pada tanaman dewasa merusak tajuk, gerekan pada pucuk menyebabkan patah pucuk, liang gerekan keluar lendir berwarna merah coklat. Inang utama hama ini adalah kelompok palem-paleman. Bila di Asia hama ini banyak menyerang tanaman kelapa, di dunia R.ferrugineus lebih dikenal sebagai hama utama pada tanaman kurma (Phoenix dactylifera).

Kisaran inangnya meliputi kelapa, kurma, sagu dan palem hias (Malumpy dan Moran, 2007). Penggerek yang tersembunyi di dalam jaringan palem ini dilaporkan menyerang 15% wilayah tanaman kelapa di daerah tropis Asia Selatan dan Asia Tenggara (Faleiro, 2006)

Pengendalian:

1. Potong Dan Bakar Tanaman Yang Terserang Tanaman yang terserang sebaiknya dieradikasi, dengan memotong pohon dan membunuh semua stadia yang ditemukan secara mekanis. Hal ini mengurangi penyebaran serangan hama kelapa.

2. Tindakan pencegahan dilakukan dengan mengendalikan serangan Oryctessp. Pengendalian Oryctes sp secara tidak langsung juga mengendalikan Rhynchophorus spp

3. Sanitasi kebun dilakukan terutama pada pangkal pelepah, merupakan hal yang penting mencegah masuknya serangga.

4. Hindari membuat luka secara sengaja

5. Penggunaan Feromon Agregasi. (Melina, 2010)



Sumber http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpsurabaya/tinymcpuk/gambar/file/Rhynchophorus%20spp.pdf

Hama Bajing

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai 

sebesar US $ 701 juta (Goenadi dkk, 2005).


Besarnya minat masyarakat untuk mengembangkan tanaman kakao terlihat nyata dengan banyaknya permintaan benih serta pelatihan budidaya kakao. Kakao atau Theobroma cacao L., merupakan salah satu komoditas perkebunan yang cocok dengan kultur tanah dan iklim di Indonesia. Tanaman ini termasuk golongan tumbuhan tropis.

Di Indonesia, kakao banyak tumbuh di daerah Sulawesi, Lampung, dan Flores, Nusa Tenggara Timur. Maklum, di daerah tersebut banyak terdapat lahan tidur yang cocok ditanami kakao. Apalagi, hasil komoditasnya yang bernilai ekonomi tinggi mendorong minat para petani di sana untuk membudidayakannya. Namun, tidaklah mudah membudidayakan tanaman ini. Persiapan naungan dan lahan merupakan dua hal yang penting, selain itu juga serangan OPT yang seringkali mengganggu hasil panen juga perlu mendapat perhatian khusus.

Salah satu hama utama tanaman kakao adalah hama bajing, serangan hama bajing dapat menurunkan hasil produksi sampai 30%. Hama ini menyerang pertanaman mulai dari buah yang masih muda sampai buah yang matang, sehingga sangat merugikan petani (Sitanggang, 2011).

Mengenal Hama Bajing

Bajing dan Tupai adalah hewan yang berbeda, meskipun banyak orang yang menganggapnya sebagai binatang yang sama. Bajing dan Tupai memiliki perbedaan, Tupai sepintas mirip dengan bajing, tetapi berbeda anatomi dan perilakunya. Tupai mempunyai moncong sangat panjang (bagian muka, mulut dan hidung) sedangkan bajing relatif agak rata pada bagian mulut dan hidungnya.

Bajing merupakan mamalia pengerat (ordo Rodentia) dari suku (famili) Sciuridae yang dalam bahasa Inggris disebut squirrel. Sedangkan Tupai berasal dari famili Tupaiidae dan Ptilocercidae yang dalam bahasa Inggris disebut treeshrew. Secara ilmiah (ilmu biologi), Bajing berbeda dengan Tupai, bahkan sangat jauh kekerabatannya. Dalam hal makanannya pun berbeda. Bajing merupakan binatang pengerat yang memakan buah-buahan sedangkan Tupai merupakan binatang pemakan serangga.

Bajing ada yang hidup di tanah juga ada yang hidup di pohon. Bahkan Bajing dari subspesies Pteromyini mampu terbang (melayang dari atas ke bawah), karena jenis ini mempunyai membran (selaput tipis) diantara kaki depan dan belakang yang memungkinkan melayang jauh diantara pepohonan. Sering kali binatang ini dianggap sebagai hama terutama pada tanaman kelapa dan perkebunan buah. Bajing terdiri atas 51 genus dan 278 spesies (jenis). Bajing terdiri atas 51 genus dan 278 spesies (jenis).

Klasifikasi ilmiah hama Bajing :



Kerajaan     : Animalia
Filum          : Chordata
Sub Filum   : Vertebrata
Kelas           : Mamalia
Ordo            : Rodentia
Famili          : Sciuridae (Alamendah, 2010).

Kerusakan Akibat Hama Bajing

Hama Bajing menyerang pertanaman kakao mulai dari buah yang masih muda maupun buah kakao masak yang hampir dipanen. Akibat serangan hama Bajing, petani menderita kerugian hingga jutaan rupiah, pasalnya ratusan batang tanaman kakao yang menghasilkan buah siap petik di rusak oleh hama bajing. Penurunan panen kakao membuat pendapatan petani mengalami penurunan hingga 50% lebih. Bahkan biaya perawatan tidak mampu didapatkan dari panen kakao tersebut. Hama Bajing menjadi musuh utama petani kakao, sebab akibat dari hama tersebut, ratusan buah kakao rusak, sehingga petani terancam gagal panen. Serangan hama Bajing ini juga dapat menurunkan produkstivitas tanaman kakao cukup banyak dari produktivitas 900 Kg per hektar hanya mampu menghasilkan sekitar 500 Kg saja per hektar dalam sekali musim panen (Sitanggang, 2011).

Di sisi lain, serangan hama Bajing yang sering menyerang tanaman kakao masyarakat, belakangan ikut berdampak terhadap tingkat perawatan tanaman kakao di tingkat masyarakat. Pasalnya, motivasi masyarakat untuk merawat tanaman kakao justru semakin berkurang. Para petani merasa putus asa dan tidak mau merawat tanaman kakaonya karena hasilnya justru diserang hama Bajing (Malalak, 2011).

Buah kakao yang terserang akan berlubang dan akan rusak atau busuk karena kemasukan air hujan dan serangan bakteri atau jamur. Serangan tikus dapat dibedakan dengan serangan Bajing. Tikus menyerang buah kakao yang masih muda dan memakan biji beserta dagingnya. Tikus menyerang terutama pada malam hari. Gejala serangan bajing umumnya dijumpai pada buah yang sudah masak karena hama Bajing hanya memakan daging buah, sedangkan bijinya tidak dimakan. Biasanya, di bawah pohon yang terserang Bajing selalu berceceran biji-biji kakao (Anonim*, 2011).

Usaha Pengendalian Hama Bajing

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengendalikan hama Bajing ini, di beberapa daerah seperti Pesisir Selatan, Sumatera Barat dan Lampung mengadakan gerakan perburuan massal terhadap hama Bajing ini. Setiap ekor Bajing yang ditangkap dihargai Rp 500,- sampai dengan Rp. 1000,-, selain itu disediakan hadiah utama untuk menarik masyarakat untuk ikut serta dalam perburuan (Painan, 2011).

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama Bajing, antara lain :

Mengadakan perawatan kebun dengan sanitasi
Membersihkan tempat-tempat yang menjadi sarang Bajing
Pengendalian yang banyak dilakukan adalah dengan perburuan atau gropyokan yang dilakukan secara massal.

Membuka kawasan kebun yang jauh dari hutan, karena pembukaan hutan untuk perkebunan maka kawanan Bajing banyak yang mencari makan di perkebunan masyarakat (Anonim**, 1996).

http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpsurabaya/berita-241-produksi-kakao-terancam-akibat-serangan-hama-bajing-.html

Rabu, 15 Juli 2015

Pestisida Nabati

Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya adalah tumbuhan. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan bahan dan teknologi yang sederhana. Bahan bakunya yang alami/nabati membuat pestisida ini mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan. Pestisida ini juga relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang.
Pestisida nabati bersifat “pukul dan lari” (hit and run), saat diaplikasikan,  akan membunuh hama saat itu juga dan setelah hamanya mati, residunya akan hilang di alam. Dengan demikian produk terbebas dari residu pestisda  sehingga aman dikonsumsi manusia. Pestisida nabati menjadi alternatif pengendalian hama yang aman dibanding pestisida sintetis. Penggunaan pestisida nabati memberikan keuntungan ganda, selain menghasilkan produk yang aman, lingkungan juga tidak tercemar.
Pestisida organik ini mampu mengatasi dan mengusir hama perusak tanaman pertanian dan perkebunan umumnya seperti kutu, ulat, belalang dan sebagainya
Manfaat dan Keunggulan
Beberapa manfaat dan keunggulan pestisida alami, antara lain:
1.      Mudah terurai (biodegradable) di alam, sehingga tidak mencemarkan lingkungan (ramah lingkungan).
2.      Relatif aman bagi manusia dan ternak karena residunya mudah hilang.
3.      Dapat membunuh hama/penyakit seperti ekstrak dari daun pepaya, tembakau, biji mahoni, dsb.
4.      Dapat sebagai pengumpul atau perangkap hama tanaman: tanaman orok-orok, kotoran ayam.
5.      Bahan yang digunakan nilainya murah serta tidak sulit dijumpai dari sumberdaya yang ada di sekitar dan bisa dibuat sendiri.
6.      Mengatasi kesulitan ketersediaan dan mahalnya harga obat-obatan pertanian khususnya pestisida sintetis/kimiawi.
7.      Dosis yang digunakan pun tidak terlalu mengikat dan beresiko dibandingkan dengan penggunaan pestisida sintesis. Penggunaan dalam dosis tinggi sekalipun, tanaman sangat jarang ditemukan tanaman mati.
8.      Tidak menimbulkan kekebalan pada serangga.
Bahan-Bahan Pestisida Nabati
Bahan-bahan atau ramuan yang dapat digunakan untuk pembuatan pestisida nabati sangat banyak disekitar kita, diantaranya : bawang putih, pandan, kemangi, cabe rawit, tembakau, kunyit, kenikir, daun nimba, serai, lengkuas, daun sirsak, rimpang jariangau,
Ramuan Untuk Mengendalikan Serangga
Contoh-contoh ramuan pestisida nabati berikut digunakan untuk mengendalikan hama belalang, wereng coklat, walang sangit, kutu, ulat, aplhid, dan trips pada sayuran dan tanaman lainnya.
1.   Ramuan untuk mengendalikan hama secara umum:
        Daun nimba                          8 kg
        Lengkuas                              6 kg
        Serai                                     6 kg
        Deterjen atau sabun colek    20 g
        Air                                        20 L
Cara membuat:
Daun nimba, lengkuas, dan serai di tumbuk atau dihaluskan. Seluruh bahan diaduk merata dalam 20 L air lalu direndam sehari semalam (24 jam). Keesokan harinya ramuan disaring menggunakan kain halus. Larutan hasil penyaringan diencerkan kembali dengan 60 L air. Larutan sebanyak itu dapat digunakan untuk lahan seluas 1 ha.
Penggunaan/Aplikasi:
Semprotkan larutan pestisida nabati yang telah dibuat tersebut pada tanaman yang akan dilindungi dari serangan serangga/hama.
2.  Ramuan untuk mengendalikan wereng cokelat:
     Daun sirsak                           satu genggam
          Rimpang jeringau                 satu genggam
     Bawang putih                        20 siung
     Deterjen atau sabun colek     20 g
     Air                                         20 L
Cara membuat:
Daun sirsak, rimpang jerangau, dan bawang putih ditumbuk atau dihaluskan. Seluruh bahan dicampur dengan deterjen kemudian direndam dalam 20 L air selama 2 hari. Keesokan harinya larutan bahan disaring dengan kain halus. Setiap 1 L hasil saringan dapat diencerkan dengan 10-15 L air. Larutan pestisida nabati ini siap digunakan untuk mengendalikan hama wereng coklat.
Penggunaan/Aplikasi:
Semprotkan ketanaman yang terserang hama atau dibagian bawah daun tempat biasanya hama.
3.  Ramuan untuk mengendalikan hama trips pada cabai:
    Daun sirsak                              50-100 lembar
     Deterjen atau sabun colek       15 g
    Air                                             5 L
 Cara membuat:
 Daun sirsak ditumbuk halus dicampur dengan 5 L air dan diendapkan semalam. Keesok harinya  larutan disaring dengan kain harus. Setiap 1 L larutan hasil saringan diencerkan dengan 10-15 L air.
 Penggunaan/Aplikasi:
 Semprotkan cairan tersebut ke seluruh bagian tanaman cabai, kususnya yang ada hamanya.
4.  Pembuatan Pestisida Alami dari Daun Pepaya:
  Cara pembuatan:
    Mengumpulkan kurang lebih 1 kg daun pepaya (sekitar 1 tas plastik besar/ 1 ember besar).
    Menumbuk daun pepaya hingga halus.
       Hasil tumbukan/rajangan direndam di dalam dalam 10 liter air kemudian ditambahkan 2 sendok        makan minyak tanah dan 30 gr detergen. Hasil campuran, didiamkan semalam.
    Menyaring larutan hasil perendaman dengan kain halus.
Penggunaan/Aplikasi: semprotkan larutan ke tanaman.
Pestisida alami merupakan pemecahan jangka pendek untuk mengatasi masalah hama dengan cepat. Pestisida alami harus menjadi bagian dari sistem pengendalian hama terpadu, dan hanya digunakan bila diperlukan (tidak digunakan jika tidak terdapat hama yang merusak tanaman).


Sumber

http://kalteng.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/publikasi-mainmenu-47/teknologi/332-pestisida-nabati-pembuatan-dan-manfaat