Hawar daun bakteri (HDB) merupakan salah satu penyakit tanaman padi yang sangat penting di negara-negara penghasil padi di dunia, termasuk di Indonesia (Ou 1985; Hifni dan Kardin 1998; Suparyono et al. 2004). Di Indonesia, keberadaan penyakit HDB dilaporkan sejak tahun 1950an pada tanaman padi muda di daerah Bogor dengan gejala layu. Pada awalnya penyakit ini dinamai kresek dan patogennya dinamai Xanthomonas kresek (Mahmud 1991). Pengembangan varietas unggul berdaya hasil tinggi tetapi rentan HDB seperti varietas IR64 menyebabkan penyakit ini berkembang dan menyebar ke seluruh sentra produksi padi, terutama di Jawa. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), yang dapat menginfeksi tanaman padi pada semua fase pertumbuhan, mulai dari pesemaian sampai menjelang panen. Penyebab penyakit (patogen) menginfeksi tanaman padi pada bagian daun dengan cara melalui luka daun atau melalui lubang alami berupa stomata dan merusak klorofil daun, sehingga menurunkan kemampuan tanaman untuk berfotosintesis. Apabila hal ini terjadi pada fase generatif maka proses pengisian gabah kurang sempurna.
Gambar Gejala Hawar Daun Bakteri |
Mengingat
banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit HDB seperti
tanah, pengairan, kelembapan, suhu, pupuk, dan ketahanan varietas, maka
pengendalian yang dianjurkan adalah secara terpadu dengan berbagai cara yang
dapat menekan perkembangan penyakit.
Penanaman benih dan bibit
sehat.
Mengingat patogen penyakit HDB dapat
tertular melalui benih maka dianjurkan pertanaman yang terinfeksi tidak
digunakan sebagai benih (Suprihanto et al. 2002, Sudir dan Suprihanto 2008).
Ini perlu dipersyaratkan untuk kelulusan uji sertifikasi benih guna mencegah
meluasnya penyakit HDB. Untuk menghindari penularan patogen yang terbawa benih
dapat dilakukan perlakuan perendaman benih (seed treatment) dengan bakterisida
Agrimycin 0,02% selama 10 jam atau dengan perendaman benih pada air panas 570 C
selama 10 menit (Kadir et al.2009). Bakteri penyebab penyakit hawar daun
menginfeksi tanaman melalui luka dan lubang alami (Suparyono dan Sudir 1992).
Oleh karena itu, memotong bibit sebelum ditanam tidak dianjurkan karena akan
mempermudah terjadinya infeksi oleh bakteri patogen. Bibit yang sudah
terinfeksi/bergejala penyakit HDB mestinya tidak ditanam.
Cara tanam
Pertanaman yang terlalu rapat akan menciptakan
kondisi lingkungan terutama suhu, kelembapan, dan aerasi yang lebih
menguntungkan bagi perkembangan penyakit. Pada pertanaman yang rapat akan
mempermudah terjadinya infeksi dan penularan dari satu tanaman ke tanaman yang
lain (Sudir et al. 2002, Sudir 2011). Untuk memberikan kondisi lingkungan yang kurang
mendukung terhadap perkembangan penyakit HDB, tanam dianjurkan dengan sistem
legowo dan pengairan secara berselang (intermitten irrigation). Sistem tersebut
akan mengurangi kelembapan di sekitar kanopi pertanaman, mengurangi terjadinya
embun dan air gutasi dan gesekan daun antartanaman sebagai media penularan patogen.
Sudir (2012b) melaporkan bahwa keparahanpenyakit HDB pada sistem tanam legowo
nyata lebih rendah dibanding sistem tanam tegel.
Gambar Sistem Tanam Jajar Legowo |
Pemupukan.
Dosis pupuk N berkorelasi positif dengan
keparahan penyakit HDB. Artinya, pertanaman yang dipupuk nitrogen dengan dosis
tinggi menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan dan keparahan penyakit lebih
tinggi. Sebaliknya, pemberian pupuk K menyebabkan tanaman menjadi lebih tahan
terhadap penyakit HDB (Sudir et al. 2002, Sudir dan Abdulrachman 2009, Suidr 2011).
Agar perkembangan penyakit dapat ditekan dan produksi yang diperoleh tinggi
disarankan menggunakan pupuk N dan K secara berimbang dengan menghindari pemupukan
N terlalu tinggi.
Sanitasi lingkungan
Mengingat patogen dapat bertahan pada
inang alternatif dan sisa-sisa tanaman maka sanitasi lingkungan sawah dengan
menjaga kebersihan sawah dari gulma yang mungkin menjadi inang alternatif dan
membersihkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi merupakan usaha yang sangat
dianjurkan (Ou 1985). Penggunaan bakterisida merupakan alternatif terakhir bila
sangat diperlukan. Hal ini mengingat bakterisida mahal dan sampai saat ini
belum tersedia bakterisida yang benar-benar efektif untuk mengendalikan penyakit
HDB. Aplikasi tembaga oksida 56% dengan konsentrasi 3 g/l pada saat pemupukan
pertama dan pada saat tanaman berbunga serempak memberikan tingkat keparahan
lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Kadir et al. 2009).
Pencegahan.
Untuk daerah endemik penyakit HDB disarankan
menanam varietas tahan. Pencegahan penyebaran penyakit perlu dilakukan dengan
cara antara lain tidak menanam benih yang berasal dari pertanaman yang
terjangkit penyakit, mencegah terjadinya infeksi bibit melalui luka dengan tidak
melakukan pemotongan bibit dan menghindarkan pertanaman dari naungan (Suparyono
dan Sudir 1992). Penyakit menyebar melalui kontak langsung antara daun sehat
dengan daun sakit, oleh karena itu apabila bibit sudah terinfeksi sebaiknya
tidak ditanam (Sudir 2012c).
Aplikasi Paenibacillus polymyxa
Paenibacillus
polymyxa merupakan bakteri
non patogen yang menguntungkan di bidang kesehatan dan lingkungan. Bakteri ini penghasil
antibiotik polomiksin. Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme
dan mempunyai daya hambat terhadap kegiatan mikroorganisme lain. Di bidang
pertanian, Paenibacillus polymyxa dapat ditemukan di tanah dan tanaman. Bakteri
ini mampu mengikat nitrogen. Biofilms dari Paenibacillus polymyxa menunjukkan
produksi eksopolysakarida pada akar tanaman yang dapat melindungi tanaman dari
patogen. Hasil uji di BB Biogen bakteri juga mengandung hormon pengatur gibberellin.
(Widarti dan Sugeng, 2014) Paenibacillus polymyxa merupakan agen hayati dari
jenis bakteri yang diperoleh secara alami di lapangan. Caranya dengan
mengisolasi daun padi yang sehat diantara daun padi yang terserang penyakit
hawar daun bakteri (BLB). Konsentrasi optimum Paenibacillus polymyxa yang dapat
menekan perkembangan penyakit Xanthomonas campestris pv. oryzae Dye. Adalah
konsentrasi 5 ml L-1 air. Perlakuan tersebut berpengaruh terhadap produksi padi
varietas mekongga dengan hasil paling besar 7.28 Kg (11.648 Kg ha-1 atau 11,65
Ton ha-1). (PPPTP, 2009).
Aplikasi Trichoderma
Keparahan penyakit hawar daun bakteri
lebih rendah pada tanaman padi yang diberi Trichoderma sp. menunjukkan bahwa
Trichoderma sp. Mampu mengurangi keparahan penyakit hawar daun bakteri. Tanaman
padi yang lebih tahan terhadap hawar daun bakteri akibat pemberian Trichoderma
sp. menghasilkan beberapa aspek pertumbuhan lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan
pengamatan tinggi tanaman dan panjang akar.
Menurut
Harman(2000) dalam Soenartiningsih et al., (2014) dalam aspek pertumbuhan yang
lebih baik tersebut Trichoderma sp.dapat memperpanjang akar, sehingga penyerapan
nutrisi atau hara untuk tanaman menjadi lebih baik. Aspek pertumbuhan yang lebih
baik dengan pemberian Trichoderma sp. Pada tanaman padi juga diduga karena
Trichoderma sp.dilaporkan mampu menginduksi ketahanan tanaman melalui mekanisme
peningkatan enzim-enzim. Salah satu reaksi ketahanan yang ditimbulkan oleh Trichoderma
sp.adalah peningkatan enzim kitinase di dalam jaringan tanaman. Sebelumnya
Yedidia et al., (1999), membuktikan bahwa inokulasi Trichoderma sp.pada akar menyebabkan
peningkatan keaktifan peroksidase dan kitinase dalam daun semai mentimun.Mereka
melaporkan bahwa hifa dari Trichoderma sp.mempenetrasi epidermis dan permukaan
korteks dari akar mentimun dan tanaman merespon dengan meningkatnya aktivitas
enzim peroksidase, meningkatnya enzim kitinase dan meningkatkan selulosa yang
terdeposit pada dinding sel. Peningkatan enzim-enzim ini didapati tidak hanya pada
perakaran tetapi juga di daun. Trichoderma sp. mempunyai mekanisme biokontrol
seperti menginduksi ketahanan tanaman dalam mengendalikan suatu penyakit.
Trichoderma sp. membentuk kolonisasi yang kuat, tahan lama pada permukaan akar,
dan menembus ke dalam epidermis. Trichoderma sp. memproduksi dan melepaskanberbagai
senyawa ke dalam jaringan tanaman (Harman et al.,2004).
Menurut Gusnawatyet al., (2014) karakter kecepatan pertumbuhan yang tinggi pada Trichoderma sp. merupakan salah satu faktor penting yang menentukan potensi sebagai penginduksi ketahanan tanaman. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gusnawaty et al., (2014), faktor penting yang penentu aktivitas Trichoderma sp.yang dapat mengurangi keparahan penyakit adalah memiliki kecepatan pertumbuhan yang tinggi sehingga mampu berkompetisi dengan patogen dalam hal makanan dan penguasaan ruang yang pada akhirnya dapat mengurangi keparahan.
Artikel lainnya :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar